Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari September, 2012

Teater dan Dikotomi Kebudayaan

ADA dua (jenis) Indonesia. Begitu kata budayawan Jacob Sumardjo dalam sebuah acara diskusi Teater Membaca Tradisi yang diselenggarakan di lobi Graha Bakti Budaya, Taman Ismail Marzuki, beberapa waktu lalu. Dua Indonesia itu adalah yang urban dan yang lokal. Mereka yang urban berkembang di kota-kota modern, berbahasa kesatuan Indonesia, hidup dari makan gaji, berpola pikir global modern, berpendidikan Barat. Sementara mereka yang lokal hidup di luar kota atau perdesaan, berbahasa lokal, hidup dari produksi pertanian atau peramu, berpola pikir kesukuan dan penduduknya homogen. “Perbedaan antara yang urban dan lokal itu menghasilkan perbedaan pemikiran dalam memaknai suatu produk kebudayaan. Produk kebudayaan tua berasal dari mereka yang lokal sementara kebudayaan baru lahir dari mereka yang urban,” kata Jacob.

Profil Kampung Budaya Sindang Barang

Pun Sapun Ka Nu Agung, Papayung Buana Ruhur,Papayung Buana Panca tengah, Papayung Buana handap, Sapun Ieu Kaula deuk nyatur, menta widi ti para karuhun, lalakon Pajajaran nu Baheula, Paralun balungbungkeun galurna catur ,Caangkeun inget nu samar, nu laas diusap jaman, panglancarkeun lakon carita, Singkahkeun nu saralah Sapun........   Kampung budaya sindangbarang terletak di desa pasir eurih kecamatan tamansari kabupaten Bogor Jawa Barat. Berjarak hanya 5 km kota Bogor. Merupakan Kampung Tertua untuk Wilayah kota dan kab Bogor, berdasarkan sumber naskah Pantun Bogor dan Babad Pajajaran. Kalau menurut Pantun Bogor diperkirakan Sindangbarang sudah ada sejak jaman Kerajaan Sunda lebih kurang abad ke XII.Disinilah dahulu terdapat suatu Kerajaan Bawahan yang bernama Sindangbarang dengan Ibukotanya Kutabarang.Disinilah menurut folklore digemblengnya para satria-satria kerajaan. Disini pula kebudayaan Sunda Bogor bermula dan bertahan hingga kini dalam wujud Upacara Adat Sere