Yogyakarta, NU Online
Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama’ (PWNU) Daerah Istimewa Yogyakarta kembali menggelar Forum Silaturrahim Ulama dan Ormas Islam se-DIY pada Kamis, 30 Agustus 2012, di Hotel Ruba Graha Yogyakarta.
Kegiatan yang dihadiri kalangan pesantren dan pengurus ormas di DIY ini mengusung tema Revitalisasi Peran Ormas dan Pondok Pesantren dalam Transformasi Politik Kebangsaan dan Penguatan Masyarakat Madani (civil society) dalam Bingkai NKRI.
Dalam sambutannya sebagai Rais Syuriyah PWNU DIY, KH Asyhari Abta mengatakan bahwa sesama mukmin di dalam tolong menolong dan saling menyayangi, itu bagaikan satu badan. Jika salah satu anggota sakit, maka seluruh tubuh akan bela sungkawa.
“Ketika kita merasakan sakit gigi, maka semua anggota badan ikut bela sungkawa,” tegasnya.
KH Asyhari Abta juga menjelaskan bahwa di zaman rasul terbukti persaudaraan kuat. Ini terbukti di zaman nabi ketika terjadi kehausan, rasul membawa air. Semua dikasih, tetapi saling mendahulukan kawannya sampai mereka mati.
“Ada anekdot, di malam hari raya ada sahabat yang tidak punya apa-apa. Lalu di pinjam gandum ke kawannya. Kawannya meminjami gandung sekantong kecil. Baru minjam, lalu dipinjam lagi. Dan dipinjam lagi. Sampai yang terakhir adalah pemilik kantong tersebut,” lanjutnya.
Namun, KH Asyhari Abta menyayangkan sekarang ini ukhuwah yang terjadi di kalangan umat Islam semakin lemah. Banyak da’i muda yang suka menyalah-nyalahkan dan merasa benar sendiri, sehingga yang sering dimunculkan adalah perbedaan. Kita harus makin dewasa untuk memajukan umat dengan menghindari sikap saling menyalahkan.
“Terkait pentingnya ukhwah dalam Islam, Rasulallah saw. menggambarkan “Jadilah seperti dua tangan, jangan seperti dua telinga. Dua tangan tidak saling iri, bahkan saling membantu. Sedang dua telinga saling iri, tidak pernah bertemu,” tegas Kiai Asyhari.
Persaudaraan kokoh, negeri makmur
KH Asyhari Abta juga menjelaskan bahwa jika persaudaraan, baik ukhuwah islamiyah, wathaniah,dan basyariah itu kokoh, maka negara ini akan makmur. “Sayangnya kita masih mempersoalkan perbedaan, misalnya penggunaan doa qunut, dan doa iftitah,” tegasnya.
Agar persaudaraan semakin kokoh, Kiai Asyhari menggambarkan agar umat Islam jangan sampai seperti buih. Gambaran ini sudah ditegaskan Rasulullah, bahwa: “Besok kamu akan dikepung oleh musuh seakan nasi satu piring yang diserbu banyak serigala. Sahabat bertanya apakah besok kita minoritas? Rasulullah menjawab, Tidak! Bahkan mayoritas. Tetapi Islam seperti buih di lautan, karena sangat mencintai dunia, tapi takut akan mati.”
Kiai Asyhari mengingatkan agar jangaumat Islam jangan sampai terjebak hanya mencari dunia. Oleh karena itu, lanjut beliau, umat Islam jangan mencari perbedaan, tetapi persamaan. Sebab perbedaan pasti ada. Tetapi jika mencari persamaan yang positif, pasti ada ukhuwah.
Revitalisasi peran ormas
Sementara itu, KH Hasan Abdullah dalam sambutannya sebagai ketua panitia menjelaskan bahwa diadakannya kegiatan ini didorong atas kesadaran manusia sebagai makhluk sosial yang membutuhkan orang lain, baik di bawah payung organisasi maupun payung kultural. Beliau menegaskan bahwa watak manusia suka berkumpul dalam berkelompok, baik kecil maupun besar. Hal itu terbukti dengan banyaknya ormas Islam di Indonesia, seperti Nahdhatul Ulama dan Muhammadiyah.
KH Hasan juga menjelaskan bahwa tidak sedikit umat yang tidak masuk ke organisasi masyarakat Islam, entah karena tidak tahu atau enggan, sehingga perlu dilakukan revitalisasi ormas Islam, agar dapat menaungi semua elemen masyarakat.
“Saatnya ormas-ormas Islam dan pesantren untuk tidak hanya menaungi warga masing-masing, tetapi juga menaungi semua warga negara. Karena posisi negara itu sesuai dengan kaidah ushul fiqh yang berbunyi, ma la yatimmu al-wajib illa bihi fahuwa wajib. Dengan begitu, ormas Islam dan pesantren juga harus membimbing masyarakat agar beragama dengan baik, berbangsa dan bernegara dengan baik,” tegasnya.
Redaktur : Mukafi Niam
Kontributor: Anas/Suhendra
Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama’ (PWNU) Daerah Istimewa Yogyakarta kembali menggelar Forum Silaturrahim Ulama dan Ormas Islam se-DIY pada Kamis, 30 Agustus 2012, di Hotel Ruba Graha Yogyakarta.
Kegiatan yang dihadiri kalangan pesantren dan pengurus ormas di DIY ini mengusung tema Revitalisasi Peran Ormas dan Pondok Pesantren dalam Transformasi Politik Kebangsaan dan Penguatan Masyarakat Madani (civil society) dalam Bingkai NKRI.
Dalam sambutannya sebagai Rais Syuriyah PWNU DIY, KH Asyhari Abta mengatakan bahwa sesama mukmin di dalam tolong menolong dan saling menyayangi, itu bagaikan satu badan. Jika salah satu anggota sakit, maka seluruh tubuh akan bela sungkawa.
“Ketika kita merasakan sakit gigi, maka semua anggota badan ikut bela sungkawa,” tegasnya.
KH Asyhari Abta juga menjelaskan bahwa di zaman rasul terbukti persaudaraan kuat. Ini terbukti di zaman nabi ketika terjadi kehausan, rasul membawa air. Semua dikasih, tetapi saling mendahulukan kawannya sampai mereka mati.
“Ada anekdot, di malam hari raya ada sahabat yang tidak punya apa-apa. Lalu di pinjam gandum ke kawannya. Kawannya meminjami gandung sekantong kecil. Baru minjam, lalu dipinjam lagi. Dan dipinjam lagi. Sampai yang terakhir adalah pemilik kantong tersebut,” lanjutnya.
Namun, KH Asyhari Abta menyayangkan sekarang ini ukhuwah yang terjadi di kalangan umat Islam semakin lemah. Banyak da’i muda yang suka menyalah-nyalahkan dan merasa benar sendiri, sehingga yang sering dimunculkan adalah perbedaan. Kita harus makin dewasa untuk memajukan umat dengan menghindari sikap saling menyalahkan.
“Terkait pentingnya ukhwah dalam Islam, Rasulallah saw. menggambarkan “Jadilah seperti dua tangan, jangan seperti dua telinga. Dua tangan tidak saling iri, bahkan saling membantu. Sedang dua telinga saling iri, tidak pernah bertemu,” tegas Kiai Asyhari.
Persaudaraan kokoh, negeri makmur
KH Asyhari Abta juga menjelaskan bahwa jika persaudaraan, baik ukhuwah islamiyah, wathaniah,dan basyariah itu kokoh, maka negara ini akan makmur. “Sayangnya kita masih mempersoalkan perbedaan, misalnya penggunaan doa qunut, dan doa iftitah,” tegasnya.
Agar persaudaraan semakin kokoh, Kiai Asyhari menggambarkan agar umat Islam jangan sampai seperti buih. Gambaran ini sudah ditegaskan Rasulullah, bahwa: “Besok kamu akan dikepung oleh musuh seakan nasi satu piring yang diserbu banyak serigala. Sahabat bertanya apakah besok kita minoritas? Rasulullah menjawab, Tidak! Bahkan mayoritas. Tetapi Islam seperti buih di lautan, karena sangat mencintai dunia, tapi takut akan mati.”
Kiai Asyhari mengingatkan agar jangaumat Islam jangan sampai terjebak hanya mencari dunia. Oleh karena itu, lanjut beliau, umat Islam jangan mencari perbedaan, tetapi persamaan. Sebab perbedaan pasti ada. Tetapi jika mencari persamaan yang positif, pasti ada ukhuwah.
Revitalisasi peran ormas
Sementara itu, KH Hasan Abdullah dalam sambutannya sebagai ketua panitia menjelaskan bahwa diadakannya kegiatan ini didorong atas kesadaran manusia sebagai makhluk sosial yang membutuhkan orang lain, baik di bawah payung organisasi maupun payung kultural. Beliau menegaskan bahwa watak manusia suka berkumpul dalam berkelompok, baik kecil maupun besar. Hal itu terbukti dengan banyaknya ormas Islam di Indonesia, seperti Nahdhatul Ulama dan Muhammadiyah.
KH Hasan juga menjelaskan bahwa tidak sedikit umat yang tidak masuk ke organisasi masyarakat Islam, entah karena tidak tahu atau enggan, sehingga perlu dilakukan revitalisasi ormas Islam, agar dapat menaungi semua elemen masyarakat.
“Saatnya ormas-ormas Islam dan pesantren untuk tidak hanya menaungi warga masing-masing, tetapi juga menaungi semua warga negara. Karena posisi negara itu sesuai dengan kaidah ushul fiqh yang berbunyi, ma la yatimmu al-wajib illa bihi fahuwa wajib. Dengan begitu, ormas Islam dan pesantren juga harus membimbing masyarakat agar beragama dengan baik, berbangsa dan bernegara dengan baik,” tegasnya.
Redaktur : Mukafi Niam
Kontributor: Anas/Suhendra
Komentar
Posting Komentar